Saturday, July 11, 2020

“di Sini” dan “Sekarang” yang Kita Miliki

Tidak ada seorangpun di dunia ini yang hidup tanpa masalah, karena sejatinya hidup itu sendiri merupakan sebuah masalah. Bahkan setelah kematianpun kita akan mendapatkan masalah di alam sana. Saat seseorang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka dia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan setelahnya. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka dia akan mendapatkan kegelisahan dan ketegangan atau kesusahan setelahnya.

Namun perlu kita ketahui bersama, bahwa syarat kebahagiaan itu bukanlah tentang menyelesaikan masalah. Akan tetapi, syarat kebahagiaan sejati yaitu tentang besarnya rasa syukur kita terhadap apa yang kita alami, semakin kita bersyukur, semakin tenang dan bahagia hidup kita. Hal ini berarti kita tidak perlu menunggu kebahagiaan untuk bersyukur, namun kita musti bersyukur untuk mendapatkan kebahagiaan.

Jadi walaupun kita sedang berada di tengah-tengah masalah yang pelik, dan masalah itu tidak kunjung terselesaikan, kita bisa mendapatkan kebahagiaan dengan syukur yang menghiasi langkah kita. Bersyukurlah atas apapun yang kita alami, maka kita akan bahagia dan tenang. Karena kebahagiaan bukanlah kesempatan untuk kita besyukur, tapi kesyukuran itulah kesempatan kita untuk bahagia.

Meski begitu, tidak jarang kita mengalami kesulitan untuk bersyukur, lisan kita mungkin mengatakan “Alhamdulillah” namun hati kita masih gelisah dan sesak atas permasalahan yang tidak kunjung terselesaikan. Untuk itu, penulis akan mencoba untuk berbagi cara memaksimalkan syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Cara yang penulis ajukan itu terdiri dari dua kata, yaitu “di sini” dan “sekarang”. Dua kata itu merupakan gambaran dari eksistensi ruang dan waktu dalam dimensi kehidupan kita, “di sini” untuk ruang dan “sekarang” untuk waktu. Nah, bagaimana dua kata ini bisa memaksimalkan syukur kita? Simak penjelasannya berikut ini:

“Di sini” merupakan sebuah kata yang menunjuk pada tempat yang sedang kita pijaki. Misalkan ketika kita berada di Ruang Tamu, maka “di sini” menunjuk pada ruang tamu, atau saat kita sedang berada di Ruang Makan, maka “di sini” menunjuk pada ruang makan. Lalu apa maknanya? Maknanya adalah kita hidup “di sini” bukan “di sana”, ketika kita berada di rumah, ya hidup kita itu di rumah, bukan di mall, bukan di pasar, bukan di taman atau tempat lainnya. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan yang terbaik “di sini”, ketika kita di rumah lihatlah ke sekeliling rumah, siapa yang ada bersama kita? Bagaimana kondisi atau keadaan di rumah kita? Lalu berikan dan lakukanlah yang terbaik kepada orang yang sedang bersama kita di rumah sesuai dengan kondisi atau keadaannya. Misalkan ketika kita di rumah bersama ayah dan ibu dalam keadaan tegang karena perseteruan antara mereka, maka segera lepas pikiran kita tentang tempat selain rumah, kemudian lakukanlah yang terbaik dengan melontarkan senyum kepada mereka berdua dan berbicara secara perlahan untuk menenangkan mereka, dan jangan memihak kepada salah satu di antara mereka. Teruslah lakukan yang terbaik untuk orang-orang yang bersama kita “di sini” dan pahami keadaannya serta lupakan tempat lain, karena yang kita miliki secara mutlak adalah apa yang ada “di sini” bersama mereka ataupun bersama dia, dan ketika kita pergi “dari sini”, mereka akan mengenal kita sebagai orang yang baik. Jadi intinya kita harus memberikan kesan yang baik pada setiap tempat yang sedang kita pijaki, sehingga semakin jauh kita melangkah, semakin banyak pula kebaikan yang kita torehkan. Singkatnya “mengapa kita sibuk memikirkan yang di sana jika kita hidup di sini”.

Tapi perlu diperhatikan juga bahwa, melepaskan pikiran dari mengingat tempat yang lain bukan berarti lepas yang selepas-lepasnya, melainkan kita juga bisa melakukan hal yang terbaik untuk yang “di sana” dari sini. Misalkan ketika kita berada di rumah bersama ayah dan ibu, dan kakak sedang berbelanja di pasar, nah kita harus memberikan yang terbaik untuk ayah dan ibu yang ada “di sini”, namun kita juga tidak lupa untuk berempati kepada kakak yang sedang berbelanja di pasar, empati kita yakni dengan mengambil handphone lalu mengirim sms yang berisi ucapan “hati-hati” dan lain sebagainya yang menunjukkan rasa empati. Yang tidak perlu kita lakukan adalah memikirkan kakak yang sedang berbelanja di pasar dengan rasa cemas, khawatir, dan takut yang berlebihan.

Jadi kesimpulannya, hilankanlah hayalan, kecemasan, amarah, gelisah, ketakutan, dan pikiran negative kita terhadap siapa dan apa yang ada di tempat lain, lalu lakukan dan berikanlah yang terbaik untuk siapa dan apa yang ada “di sini”, dan jangan lupa untuk berempati untuk yang “di sana”, yakni empati dalam bentuk doa, mengirim pesan singkat, dan lain sebagainya.

“Sekarang” adalah sebuah kata yang menunjuk pada salah satu dari tiga dimensi waktu, adapun tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, sekarang, dan masa depan. Lalu mengapa hanya “sekarang” yang ditekantkan? Ya, karena kita hidup pada waktu “sekarang”, kita tidak hidup pada masa lalu karena masa lalu sudah menjadi kenangan yang tertanam di kepala, dan kita tidak hidup pada masa depan karena masa depan belum tentu mendatangi kita. Untuk itulah kita harus melakukan yang terbaik untuk “sekarang”, jangan terlalu larut akan masa lalu karena dia sudah melewati kita dan moment itu tidak lagi menjadi milik kita, serta jangan terlalu sibuk mengkhwatirkan masa depan yang belum pasti kedatangannya. 

Misalnya kemarin kita bisa makan ayam goreng yang enak, dan sekarang kita hanya bisa makan nasi dan jagung saja. Maka kita tidak boleh berlarut-larut mengingat enaknya makanan kita kemarin sampai kita melupakan banykanya gizi dan vitamin yang terdapat pada nasi dan jagung, ayam goreng sudah tak lagi kita miliki dan yang kita miliki “sekarang” adalah nasi dan jagung, lalu untuk apa kita membebani diri dengan pikiran berlebihan tentang apa yang sudah tidak kita miliki sampai-sampai kita tidak menerima kenyataan “sekarang”, lebih baik kita tersenyum dan menikmati apa yang sudah nyata di depan kita “sekarang”. Lalu saat kita menikmati nasi dan jagung yang kita miliki “sekarang”, kita tidak perlu risau, cemas, takut, dan gelisah tentang apakah besok kita bisa makan enak atau tidak, atau tentang apakah besok kita bisa makan atau tidak. Karena hari esok belum tentu kita alami, mungkin saja kita akan meninggal setelah kita makan nasi dan jagung kita saat ini, hari esok adalah rahasia Tuhan, untuk itu tidak ada gunanya kita cemas, khawatir, takut, dan risau. Kecemasan tidak akan membuat masa depan kita menjadi lebih baik.
Cara terbaik menjawab masa lalu adalah dengan melakukan yang terbaik pada masa sekarang, dan cara terbaik untuk mempersiapkan masa depan adalah dengan melakukan yang terbaik pada masa sekarang. Jangan terlarut pada masa lalu, lebih baik kita belajar darinya, dan kesempatan kita untuk belajar hanya “sekarang”. Jangan risau akan masa depan, kita bisa mempersiapkannya, dan kesempatan kita untuk bersiap hanya “sekarang”.

Atas dasar uraian di atas, maka intinya kita hanya perlu mempersempit fokus kita, fokus kita yang kemana-mana tidak tentu arah itu kita fokuskan pada dua titik, yaitu “di sini” dan “sekarang”, hanya dua kata eksistensi itulah yang kita miliki.

Dengan begitu, insyaa Allah kita akan bisa memaksimalkan syukur kita terhadap apa yang kita alami, sehingga kita bisa mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan pada hidup kita.

Semoga ini bisa bermanfaat bagi kita semua yang sedang menghadapi masalah dalam kehidupan, terimakasih, mohon maaf, dan sampai jumpa. 

1 comment:

Perubahan Wujud Benda

  Kita sudah mengenal wujud-wujud benda, yaitu padat, cair dan gas. Benda padat contohnya adalah es batu, benda cair contohnya adalah air, d...