Saturday, July 18, 2020

Eksistensi Rasa Malu sebagai Pertahanan

Selayaknya rasa takut, rasa malu juga merupakan sifat alami manusia yang tidak dapat dihilangkan, kalaupun ada sebagian orang yang terlihat tidak malu, itu karena dia terbiasa menanggung malu, bisa juga karena dia sedang tidak sadarkan diri, dan juga karena dia kehilangan akal sehat (gila). Rasa malu akan selalu ada pada diri manusia, kecuali seseorang yang dalam keadaan gila dan tidak sadarkan diri, entah karena dia berada di bawah pengaruh minuman keras, narkoba, atau mungkin karena dia tertidur, dan lain sebagainya. Manusia tidak bisa menghilangkan dan melewati rasa malu, manusia hanya bisa mengenhadapinya dan hanya bisa mencoba terbiasa akan keberadaan rasa malu itu, sebab rasa malu itu dirancang oleh Tuhan sebagai ujian, dan sebagai pembatas antara tindakan yang perlu dan tidak perlu untuk dilakukan bagi setiap manusia. Artinya keberadaan rasa malu itu memungkinkan manusia untuk menentukan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan. Dengan keberadaan rasa malu itu juga manusia bisa menentukan kira-kira lebih memalukan yang mana antara melakukan atau tidak melakukan.

Adapun kata “malu” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya). Rasa malu juga bisa timbul ketika kita berbicara dengan seseorang yang memiliki pangkat, jabatan, ilmu, usia, kehormatan, bahkan harta yang melibihi kita. Sehingga pada dasarnya rasa malu itu juga merupakan pangkal dari rasa hormat, bahkan bisa juga dikatakan bahwa, rasa malu itu merupakan awal dari cinta. Sebab kebanyakan orang ketika pertama kali bertemu pasangan cintanya akan merasa malu untuk berbicara atau menyapa bahkan malu untuk mendekati, kan? Yah begitu mulia Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan rasa malu dengan segala keunikannya.

Oleh karena itu rasa malu pada hakikatnya merupakan pertahanan, pertahanan yang akan menjaga kita dari berbagai sifat yang tidak disenangi orang lain dan Tuhan. Melalui rasa malu, Tuhan menjaga kita dari sifat tidak menghargai orang lain yang lebih tua atau orang yang memiliki ilmu lebih tinggi daripada kita. Melalui rasa malu, Tuhan menjaga kita dari sifat-sifat yang tidak menghormati kebesaran-Nya. Bagi wanita, rasa malu itu adalah harta yang berharga, sebab nilai seorang wanita sangat bergantung pada rasa malu, artinya wanita yang pemalu lebih bisa membuat laki-laki segan terhadapnya. Melalui rasa malu itulah, Tuhan mengajarkan kita untuk menetapkan pilihan yang hendak kita ambil, apakah kita akan melakukan hal yang baik dan aman atau melakukan hal yang buruk dan memalukan. Keburukan adalah sesuatu yang harusnya kita malu untuk melakukannya, dan kebaikan adalah sesuatu yang harusnya kita tidak malu untuk melakukannya.

Namun pada era globalisasi seperti sekarang ini, tidak sedikit orang-orang kaya yang malu bergaul dengan orang miskin, tidak sedikit orang-orang pintar yang malu bergaul dengan orang-orang tidak pintar. Ini menunjukkan bahwa, pada era globalisasi ini tidak sedikit orang yang merasa malu pada sesuatu yang seharusnya tidak perlu untuk merasa malu, karena itu mengandung makna kebaikan yakni menyambung tali silaturahim. Bahkan lebih parahnya lagi ketika seseorang malu mengakui kebudayaan yang benar dan merasa hebat ketika mengakui budaya yang salah, misalkan ketika wanita malu menutup aurat namun merasa percaya diri serta hebat ketika mengumbar aurat layaknya budaya barat, atau ketika seorang remaja laki-laki malu bersama ibunya jalan-jalan namun merasa percaya diri ketika bersama pecarnya yang belum mahrom. Singkatnya, pada era globalisasi ini, eksistensi rasa malu pada hati setiap orang mulai terbalik, dari sebuah pertahanan yang seharusnya menjaga berubah haluan menjadi serangan yang menambah beban ujian bagi kita semua.

Maka dari itu, marilah kita bersama mengembalikan eksistensi rasa malu sebagaimana mestinya, yakni sebagai sebuah pertahanan demi kebaikan kita dan orang lain yang ada di dekat kita. Sikapi rasa malu itu sebagai sesuatu yang dapat membantu kita dalam menentukan tindakan kita, bukan sebagai sesuatu yang mengekang. Akuilah kebudayaan yang benar dan abaikan budaya yang salah, ingatlah bahwa kita seharusnyaa malu saat melakukan kesalahan dan merasa aman dan lega saat melakukan kebaikan.

Kesimpulannya, rasa malu itu bertolak dari budaya yang kita akui. Artinya ketika kita mengakui budaya yang salah, maka kita akan malu melakukan kebaikan, dan jika kita mengakui budaya yang baik maka seharusnya kita malu melakukan keburukan. Misalkan, jika kita mengakui budaya barat yang liberal, maka kita akan malu saat melakukan hal yang berbasis budaya timur yang sopan dan santun, dan sebaliknya jika kita mengakui budaya timur yang sopan dan santun maka kita akan malu melakukan hal yang berbasis budaya barat yang liberal. Sebab rasa malu itu timbul ketika kita melakukan hal yang bertentangan dengan nilai budaya kita.

Maka akhirnya, marilah kita sama-sama memegang teguh budaya kita yang sopan dan santun, sehingga kita bisa mengembalikan eksistensi rasa malu itu sebagaimana mestinya, yakni malu ketika salah dan aman ketika baik.

Friday, July 17, 2020

Tokoh Utama dalam Kehidupan


Membahas tentang kehidupan adalah sebuah upaya yang membutuhkan daya komprehensif dan universal, karena kehidupan merupakan sesuatu dengan sifat yang sangat relatif. Makna kehidupan tidaklah cukup dilihat dari satu sisi atau satu sudut pandang saja, karena jika dilihat dari satu sisi atau sudut pandang yang tunggal, maka akan ditemukan makna yang tidak lengkap. Lalu ketika makna yang tidak lengkap itu dijadikan landasan untuk bertindak, maka akan menimbulkan tindakan yang buta alias tindakan yang kurang pertimbangan. Untuk itu perlu bagi kita untuk menelaah makna kehidupan dari berbagai sisi dan sudut pandang, karena kehidupan bukan hanya tentang diri sendiri. 

Terkait dengan sudut pandang, masing-masing orang memiliki sudut pandang atau pola pikir masing-masing mengenai suatu perkara. Pikiran itu seperti sidik jari, tidak ada yang benar-benar identic antara satu orang dengan orang lainnya. Lalu bagaimana jika sekelompok orang memiliki pemahaman yang sama? Misalkan ktika di sekolah dasar, kita diajarkan tentang adab sopan santun, karena diajarkan oleh guru yang sama dan pada waktu yang bersamaan, kita dan teman sekelas kita memiliki pemahaman yang sama tentang adab sopan santun, lalu apakah ini menunjukkan bahwa kita bisa memiliki pola pikir yang benar-benar identik? Nah perlu diperhatikan di sini bahwa, pola pikir bukan tentang pemahaman, namun lebih mengarah kepada cara kita menyikapi pemahaman itu, akan kita gunakan untuk apa pemahaman kita itu, dan lain sebagainya. 

Atas dasar makna sudut pandang atau pola pikir inilah sebenarnya bisa terlihat bahwa, tokoh utama dalam kehidupan adalah pelaksana kehidupan itu sendiri. Lantas siapakah pelaksana kehidupan itu? Jawabannya adalah Saya, Dia, dan Anda. Kenapa begitu? Karena pada dasarnya kehidupan itu menunjuk pada lingkup individu, artinya Anda adalah tokoh utama dalam kehidupan Anda dan dia adalah tokoh utama dalam kehidupan dia sendiri. Jadi, karena Anda adalah tokoh utama dalam kehidupan Anda, maka Anda berhak memiliki sudut pandang dan pola pikir Anda sendiri, begitu juga dengan dia, dia adalah tokoh utma dalam kehidupannya, karena itulah dia berhak memiliki sudut pandang dan pola pikir sendiri. Itu adalah hal yang tidak bisa kita sangkal dan hilangkan. Ya, tokoh utama kehidupan itu adalah diri Anda sendiri, karena Anda adalah pelaksana kehidupan yang telah dititipkan oleh pemiliki kehidupan itu yakni Tuhan Yang Maha Esa kepada Anda.

Hal ini berarti bahwa ketika Anda bertemu seseorang yang luar biasa dan memiliki kelebihan jauh melampaui Anda, itu tidak akan merubah siapa tokoh utama dalam hidup Anda. Anda adalah tokoh utama dalam kehidupan Anda, dan akan selalu begitu sampai kapanpun. Hal ini juga berlaku ketika Anda menemukan seseorang yang sangat Anda cintai, sampai-sampai Anda selalu mendahulukan kepentingannya daripada kepentingan diri Anda sendiri, itu masih tidak bisa mengubah tokoh utama dalam kehidupan Anda. Jawabannya akan selalu Anda, sebagaimanapun Anda memperlakukan orang yang Anda cintai seperti ratu atau raja, Anda tetap menjadi tokoh utama dalam kehidupan Anda.
 
Ingatlah selalu bahwa, tokoh utama dalam kehidupan Anda adalah Anda, hingga Anda tidak lupa untuk mencintai diri Anda sendiri, hingga Anda berhenti untuk bersikap rendah diri, hingga Anda tidak meremehkan diri Anda sendiri. Namun Anda juga perlu untuk memahami dan menghormati serta menghargai kehidupan yang ada di samping kehidupan Anda, yakni kehidupan orang lain. Jangan sampai karena Anda adalah tokoh utama dalam kehidupan Anda, membuat Anda lupa akan orang lain yang menjadi tokoh utama dalam kehidupannya sendiri. Artinya, ketika Anda bertemu seseorang, Anda harus segera menyadari bahwa dia juga merupakan seorang tokoh utama, tokoh utama dalam kehidupannya sendiri. Itu berarti, seseorang yang Anda temui itu juga berhak memiliki sudut pandang dan pola pikirnya sendiri, untuk itu berhati-hatilah. Sebagai tokoh utama yang protagonis dalam kehidupan Anda, maka Anda harus menghargai pendapat orang lain yang didasarkan pada sudut pandangnya sebagai tokoh utama dalam kehidupannya, jangan memaksakan pendapat Anda atas pola pikir orang lain dengan cara yang tidak sesuai etika.

Anda adalah tokoh utama dalam hidup Anda, itu bukan berarti Anda berada di atas segala-galanya, dan itu bukan hal yang bisa Anda jadikan alasan untuk bersikap sombong dan mementingkan diri sendiri. Bukankah kebanyakan film di layar lebar menceritakan tentang tokoh utama yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri? Anda bisa belajar dari hal tersebut, menjadi tokoh utama dalam kehidupan Anda bukan berarti Anda boleh angkuh dan egois. Dan satu pertanyaan lagi, bukankah tokoh utama dalam setiap film di layar lebar berperan sesuai sekenario dan arahan sutradaranya? Anda bisa belajar dari hal tersebut, menjadi tokoh utama dalam kehidupan Anda bukan berarti Anda harus bertindak sesuka hati, namun Anda harus mematuhi ketentuan sang pemiliki sekenario dan sutradara kehidupan Anda, yang tidak lain adalah Tuhan Yang Maha Esa. 

Menjadi tokoh utama itu adalah tanggung jawab yang besar dan pengabdian kepada sang pemilik kehidupan, jangan disalahartikan dan jangan disalahgunakan. Jadilah tokoh utama yang tidak bersikap rendah diri, mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, tidak lupa untuk mencintai diri sendiri, selalu menghargai pendapat orang lain yang didasarkan atas sudut pandangnya sebagai tokoh utama dalam kehidupannya sendiri. Jangan menjadi tokoh utama yang angkuh dan mementingkan diri sendiri, dan lupa akan sang pemiliki kehidupan.

Demikian tulisan ini penulis buat atas dasar keinginan untuk menginspirasi para pembaca dan tentu sebagai bahan pengingat diri penulis dan untuk para pembaca tentunya, terimakasih dan mohon maaf atas kekurangan. 

Saturday, July 11, 2020

“di Sini” dan “Sekarang” yang Kita Miliki

Tidak ada seorangpun di dunia ini yang hidup tanpa masalah, karena sejatinya hidup itu sendiri merupakan sebuah masalah. Bahkan setelah kematianpun kita akan mendapatkan masalah di alam sana. Saat seseorang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka dia akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan setelahnya. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka dia akan mendapatkan kegelisahan dan ketegangan atau kesusahan setelahnya.

Namun perlu kita ketahui bersama, bahwa syarat kebahagiaan itu bukanlah tentang menyelesaikan masalah. Akan tetapi, syarat kebahagiaan sejati yaitu tentang besarnya rasa syukur kita terhadap apa yang kita alami, semakin kita bersyukur, semakin tenang dan bahagia hidup kita. Hal ini berarti kita tidak perlu menunggu kebahagiaan untuk bersyukur, namun kita musti bersyukur untuk mendapatkan kebahagiaan.

Jadi walaupun kita sedang berada di tengah-tengah masalah yang pelik, dan masalah itu tidak kunjung terselesaikan, kita bisa mendapatkan kebahagiaan dengan syukur yang menghiasi langkah kita. Bersyukurlah atas apapun yang kita alami, maka kita akan bahagia dan tenang. Karena kebahagiaan bukanlah kesempatan untuk kita besyukur, tapi kesyukuran itulah kesempatan kita untuk bahagia.

Meski begitu, tidak jarang kita mengalami kesulitan untuk bersyukur, lisan kita mungkin mengatakan “Alhamdulillah” namun hati kita masih gelisah dan sesak atas permasalahan yang tidak kunjung terselesaikan. Untuk itu, penulis akan mencoba untuk berbagi cara memaksimalkan syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Cara yang penulis ajukan itu terdiri dari dua kata, yaitu “di sini” dan “sekarang”. Dua kata itu merupakan gambaran dari eksistensi ruang dan waktu dalam dimensi kehidupan kita, “di sini” untuk ruang dan “sekarang” untuk waktu. Nah, bagaimana dua kata ini bisa memaksimalkan syukur kita? Simak penjelasannya berikut ini:

“Di sini” merupakan sebuah kata yang menunjuk pada tempat yang sedang kita pijaki. Misalkan ketika kita berada di Ruang Tamu, maka “di sini” menunjuk pada ruang tamu, atau saat kita sedang berada di Ruang Makan, maka “di sini” menunjuk pada ruang makan. Lalu apa maknanya? Maknanya adalah kita hidup “di sini” bukan “di sana”, ketika kita berada di rumah, ya hidup kita itu di rumah, bukan di mall, bukan di pasar, bukan di taman atau tempat lainnya. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan yang terbaik “di sini”, ketika kita di rumah lihatlah ke sekeliling rumah, siapa yang ada bersama kita? Bagaimana kondisi atau keadaan di rumah kita? Lalu berikan dan lakukanlah yang terbaik kepada orang yang sedang bersama kita di rumah sesuai dengan kondisi atau keadaannya. Misalkan ketika kita di rumah bersama ayah dan ibu dalam keadaan tegang karena perseteruan antara mereka, maka segera lepas pikiran kita tentang tempat selain rumah, kemudian lakukanlah yang terbaik dengan melontarkan senyum kepada mereka berdua dan berbicara secara perlahan untuk menenangkan mereka, dan jangan memihak kepada salah satu di antara mereka. Teruslah lakukan yang terbaik untuk orang-orang yang bersama kita “di sini” dan pahami keadaannya serta lupakan tempat lain, karena yang kita miliki secara mutlak adalah apa yang ada “di sini” bersama mereka ataupun bersama dia, dan ketika kita pergi “dari sini”, mereka akan mengenal kita sebagai orang yang baik. Jadi intinya kita harus memberikan kesan yang baik pada setiap tempat yang sedang kita pijaki, sehingga semakin jauh kita melangkah, semakin banyak pula kebaikan yang kita torehkan. Singkatnya “mengapa kita sibuk memikirkan yang di sana jika kita hidup di sini”.

Tapi perlu diperhatikan juga bahwa, melepaskan pikiran dari mengingat tempat yang lain bukan berarti lepas yang selepas-lepasnya, melainkan kita juga bisa melakukan hal yang terbaik untuk yang “di sana” dari sini. Misalkan ketika kita berada di rumah bersama ayah dan ibu, dan kakak sedang berbelanja di pasar, nah kita harus memberikan yang terbaik untuk ayah dan ibu yang ada “di sini”, namun kita juga tidak lupa untuk berempati kepada kakak yang sedang berbelanja di pasar, empati kita yakni dengan mengambil handphone lalu mengirim sms yang berisi ucapan “hati-hati” dan lain sebagainya yang menunjukkan rasa empati. Yang tidak perlu kita lakukan adalah memikirkan kakak yang sedang berbelanja di pasar dengan rasa cemas, khawatir, dan takut yang berlebihan.

Jadi kesimpulannya, hilankanlah hayalan, kecemasan, amarah, gelisah, ketakutan, dan pikiran negative kita terhadap siapa dan apa yang ada di tempat lain, lalu lakukan dan berikanlah yang terbaik untuk siapa dan apa yang ada “di sini”, dan jangan lupa untuk berempati untuk yang “di sana”, yakni empati dalam bentuk doa, mengirim pesan singkat, dan lain sebagainya.

“Sekarang” adalah sebuah kata yang menunjuk pada salah satu dari tiga dimensi waktu, adapun tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, sekarang, dan masa depan. Lalu mengapa hanya “sekarang” yang ditekantkan? Ya, karena kita hidup pada waktu “sekarang”, kita tidak hidup pada masa lalu karena masa lalu sudah menjadi kenangan yang tertanam di kepala, dan kita tidak hidup pada masa depan karena masa depan belum tentu mendatangi kita. Untuk itulah kita harus melakukan yang terbaik untuk “sekarang”, jangan terlalu larut akan masa lalu karena dia sudah melewati kita dan moment itu tidak lagi menjadi milik kita, serta jangan terlalu sibuk mengkhwatirkan masa depan yang belum pasti kedatangannya. 

Misalnya kemarin kita bisa makan ayam goreng yang enak, dan sekarang kita hanya bisa makan nasi dan jagung saja. Maka kita tidak boleh berlarut-larut mengingat enaknya makanan kita kemarin sampai kita melupakan banykanya gizi dan vitamin yang terdapat pada nasi dan jagung, ayam goreng sudah tak lagi kita miliki dan yang kita miliki “sekarang” adalah nasi dan jagung, lalu untuk apa kita membebani diri dengan pikiran berlebihan tentang apa yang sudah tidak kita miliki sampai-sampai kita tidak menerima kenyataan “sekarang”, lebih baik kita tersenyum dan menikmati apa yang sudah nyata di depan kita “sekarang”. Lalu saat kita menikmati nasi dan jagung yang kita miliki “sekarang”, kita tidak perlu risau, cemas, takut, dan gelisah tentang apakah besok kita bisa makan enak atau tidak, atau tentang apakah besok kita bisa makan atau tidak. Karena hari esok belum tentu kita alami, mungkin saja kita akan meninggal setelah kita makan nasi dan jagung kita saat ini, hari esok adalah rahasia Tuhan, untuk itu tidak ada gunanya kita cemas, khawatir, takut, dan risau. Kecemasan tidak akan membuat masa depan kita menjadi lebih baik.
Cara terbaik menjawab masa lalu adalah dengan melakukan yang terbaik pada masa sekarang, dan cara terbaik untuk mempersiapkan masa depan adalah dengan melakukan yang terbaik pada masa sekarang. Jangan terlarut pada masa lalu, lebih baik kita belajar darinya, dan kesempatan kita untuk belajar hanya “sekarang”. Jangan risau akan masa depan, kita bisa mempersiapkannya, dan kesempatan kita untuk bersiap hanya “sekarang”.

Atas dasar uraian di atas, maka intinya kita hanya perlu mempersempit fokus kita, fokus kita yang kemana-mana tidak tentu arah itu kita fokuskan pada dua titik, yaitu “di sini” dan “sekarang”, hanya dua kata eksistensi itulah yang kita miliki.

Dengan begitu, insyaa Allah kita akan bisa memaksimalkan syukur kita terhadap apa yang kita alami, sehingga kita bisa mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan pada hidup kita.

Semoga ini bisa bermanfaat bagi kita semua yang sedang menghadapi masalah dalam kehidupan, terimakasih, mohon maaf, dan sampai jumpa. 

Perubahan Wujud Benda

  Kita sudah mengenal wujud-wujud benda, yaitu padat, cair dan gas. Benda padat contohnya adalah es batu, benda cair contohnya adalah air, d...